Rabu, 17 Oktober 2012

kaya di usia tua sudah biasa,di usia muda itu luar biasa

Belajar berbisnis sejak muda itu penting dibandingkan memulainya nanti saat sudah berkeluarga. Bisnis menjadi hal yang sangat menarik diperbincangkan karena mengandung 3 unsur yang selalu diinginkan manusia. Yaitu kebebasan finansial (uang), kebebasan waktu, dan kebebasan keinginan (menjadi atasan untuk diri sendiri). 3 unsur ini yang tidak pernah dimiliki oleh mereka yang bekerja sebagai karyawan. Sehingga iming-iming ini tidak pernah luput mengenai mereka yang ingin berbisnis.
Dari keinginan untuk berbisnis, bisnis pun dibagi menjadi 2 hal. Beresiko tinggi dan beresiko minim. Beresiko tinggi tentu memiliki peluang mendapatkan profit atau keuntungan yang tinggi juga. Begitu juga sebaliknya. Beresiko minim tentu tidaklah seberapa besar mendatangkan keuntungannya. Namun banyak yang salah mengira, bahwa dengan mencoba bisnis beresiko tinggi akan dapat banyak pelajaran dalam waktu singkat. Sehingga kegagalannya pun lebih bermakna dibandingkan dengan kegagalan mereka yang mencoba bisnis beresiko rendah. Alhasil dengan harapan gagal mereka bisa mereka tanggulangi dengan mencoba kedua kali, malah gagal juga dan terus gagal hingga akhirnya memutuskan berhenti karena memang modal pun habis terpakai untuk percobaan.
Tidak ada yang salah. Kesalahan adalah berharap kegagalan akan bekerja untuk kita dengan semakin tingginya rupiah yang hilang akibat kegagalan berbisnis kita. Jelas tidak. Karena saat bisnis beresiko tinggi dilakukan, maka informasi dalam jumlah besar akan hal teknis bisnis maupun non-teknis akan datang kepada kita secara bersamaan. Jika tidak siap, kita akan mengacuhkan informasi penting itu yang nantinya berujung pada kegagalan berbisnis. Untuk itulah dimana diusia muda, memilih bisnis beresiko rendah akan mengantarkan kita pada bisnis berskala besar dengan resiko yang lebih besar juga.
Hal ini dialami beberapa mahasiswa yang mampu melihat peluang. Kami juga melihatnya sebagai hal yang menyenangkan. Dari mereka ada yang berjualan kaos, kerudung, pulsa, sampai keripik pedas buatan sendiri dan jajanan cemilan sendiri. Alhasil? Mereka menjalankan bisnis kecil-kecilan mereka. Apa yang mereka dapat? Tentu bukan uang yang banyak. Bahkan kadang uang itu habis seketika untuk kebutuhan hari itu juga setelah berjualan. Yang mereka dapatkan lebih dari sekedar “uang”. Mereka mendapatkan pengalaman, mereka dapat melihat sistem bisnis yang cocok untuk mereka sendiri (tidak sekedar teori). Jika pun mereka gagal, mereka tidak akan pusing dengan modal yang hilang dan akan mencoba lagi agar paham apa yang salah dari kegagalan mereka karena modal mereka minim dan resiko gagal pun kecil.
Jika dibandingkan dengan mereka yang langsung melakukan bisnis bermodal besar tanpa pengalaman dan pengetahuan sebelumnya, jika bisnis gagal, mereka akan enggan berusaha lagi. Kenapa? Karena mereka akan berpikir harus mengembalikan dulu modal besar itu yang hilang (jika modal sendiri tidak apa-apa, jika modal bank atau hutan? bisa bahaya kan). Untuk itulah di masa muda dimana emosi masih tidak stabil diharapkan mencoba dengan belajar bisnis dengan resiko yang minim. Contoh konktirnya apa ya? Apalagi untuk standar mahasiswa. Kami berikan dulu contoh nyata yang sudah terkenal di Indonesia ya, tahu kripik MAICIH? Dulunya anak muda ini memulainya ditahun 2010. Modal tentu minim karena ikut menggaet produsen kripik pedas di kota cimahi. Sehingga dia tidak menghabiskan dana untuk membuat produknya sendiri (sistem joint venture, bagi hasil atau kerjasama bisnis). Lalu apa yang dikerjakan pendirinya Reza Nurhilman dengan produk sikong pedasnya itu? Dia membuat nama produk “maicih”, kemudian dia membuat level kepedasan singkongnya (tentu ini berkoordinasi dengan produsennya), dan menyebarkan melalui twitter, dan para resellernya. Jadi terlihatkan? Bisnis yang dilakukan anak muda ini menguntungkannya tanpa perlu modal besar. Mungkin pertama iya, jika Reza Nurhilman membeli produk dari produsen dengan syarat merek dagangnya bisa dia ganti. Misalnya saja anda diposisi Reza, maka anda bisa mengambil 30 bungkus dengan level kepedasan 1 sampai 5 dengan harga Rp 5000 perbungkusnya. Sehingga anda perlu menghabiskan Rp 150.000. Lalu anda koar-koar (Promosi via twitter) sehingga anda mampu menjual perbungkusnya Rp 10.000 sehingga anda untung 100%. Kendala Maicih tidak terlihat karena Reza memilih produsen kripik pedas yang tepat, rasa, baik kepedasan dan levelnya pasti dia coba sendiri untuk menentukan produk ini layak dijual lebih banyak apa tidak. Sehingga nantinya jadilah maicih ini menjadi sebesar sekarang.
Apa kegagalan yang dihadapi maicih? pertama saturated yaitu kejenuhan masyarakat. Pesaing maicih ini semakin banyak loh. Lihat saja yang memakai promosi seperti maicih. Baik dari twitter maupun dari promosi via mobil “gentayangan” (kata mereka sih saat promosi di twitter, mereka akan berpindah2 lokasi jualan menggunakan mobil). Banyaknya peniru dari produk maicih baik rasa ataupun level kepedasan yang “ikut-ikutan” sampai pada logonya, adalah bentuk kegagalan yang pernah mengadapi maicih. Artinya ada kalanya produk mencapai puncaknya penjualan, kemudian turun, lalu konstan, malah mengalami profit yang lambat dari biasanya. Bahkan para “jendral” atau reseller maicih di beberapa kota pernah berbenturan dimana satu lokasi berisi lebih dari 1 mobil penjual maicih. Sehingga pelanggan merasa bahwa reseller tidak berkoordinasi dengan tepat.
Pelajarannya cukup kan? Mulailah dulu dengan bisnis sederhana. Jika anda tidak bisa membuat produk, anda bisa menggunakan produk orang lain dan andalah penjualnya “seperti maicih”. Jika anda punya sistem yang baik, anda bisa mengajak mereka yang punya produk menjadi bagian dari bisnis anda. Modal minim pun akan bisa anda lakukan, namun tetap resiko minim akan anda dapati. Jika sudah sebesar “maicih”, resiko kegagalan bukan lagi pada modal. Tapi pada sistem bisnisnya dan pengelolaannya untuk bisa bertahan mendapatkan profit. Bagaimana? Menarik kan pembicaraan bisnis kali ini? :) Semoga bermanfaat ya.

tugas ilmu sosial dasar.
sumber : http://lowkeruniv.com/belajar-berbisnis-sejak-muda-dengan-resiko-yang-minim/